4/28/19

Jeda

Saya adalah seorang perfeksionis. Saya selalu ingin semuanya berjalan dengan sesuai dengan apa yang sudah saya rencanakan dan ingin semuanya berakhir sempurna. Sejak mulai produktif berkarya dari sekitar lima tahun lalu, saya selalu merasa tidak boleh ada waktu luang yang terbuang sia-sia. Harus selalu ada cara untuk saya mengisi kerenggangan waktu tersebut untuk mencicil pekerjaan yang sedang saya jalani. Dimana pun saya berada, bagaimana pun caranya, sekecil apapun progres yang bisa saya buat.

Sampai akhirnya belakangan ini saya sadar, bahwa hal tersebut merupakan langkah yang kurang tepat. Mungkin sebenarnya tidak buruk juga, hanya kurang tepat. Hal yang menampar saya betul adalah bagaimana pause atau jeda sebenarnya memiliki kekuatannya sendiri untuk kembali memberikan produktifitas. Di sini saya sadar bahwa kekuatan jeda jauh lebih hebat dari yang saya pikirkan sebelumnya – yang ternyata selama ini seringkali saya remehkan. Mungkin selama ini kekuatan jeda tersebut habis tidak tersisa, termakan oleh perasaan perfeksionis saya.

Saat ini saya mencoba untuk berkomitmen dalam setiap jeda yang saya miliki, untuk bisa memberikan ruang dalam setiap pekerjaan yang saya lakukan dan menggunakannya dengan baik. Mengutip kata-kata Riri Riza, "Kita harus selalu memberikan ruang untuk magic bekerja." Di sini, saya menganggap jeda sebagai ruang di mana si magic akan bekerja dengan sendirinya. Karena memang terkadang di dalam jeda, kita jadi bisa merasakan berbagai macam hal secara lebih mendalam. Bagi saya, di saat kepala sudah dipenuhi dengan berbagai macam hal yang harus segera diselesaikan, saya seringkali lupa untuk merasa. Padahal rasa merupakan salah satu peran terpenting dalam setiap pekerjaan yang saya jalani.

Sejalannya saya menerapkan konsep jeda dalam keseharian, hingga saat ini saya merasa jauh merasa lebih bahagia secara fisik dan mental karena saya tidak terus-terusan memforsir dan menekan diri sendiri untuk melakukan segala hal dalam tempo yang cepat untuk hasil yang sempurna. Satu hal yang saya pelajari dari proses jeda ini juga untuk lebih banyak maklum. Tidak hanya maklum terhadap orang lain yang juga memiliki hak jeda mereka masing-masing, sehingga saya tidak selalu berekspektasi bahwa orang lain akan bisa mencapai standar perfeksionis saya, tapi juga maklum kepada diri saya sendiri. Memaklumi bahwa segala hal tidak harus selalu berjalan dengan kilat, memaklumi bahwa segala hal tidak harus berjalan dengan seratus persen mulus dan sempurna.

Semoga kita semua tidak pernah lupa untuk selalu memberikan ruang jeda, dan membiarkan ruang tersebut bekerja dalam kemagisannya sendiri.

4/27/19

A letter to my 10-year-old self

Halo Naf,

Pasti saat ini kamu sudah di sekolah ya, memikirkan betapa pukul 14.45 masih sangat jauh jalannya. Bagaimana hari ini? Menyenangkan, atau ada yang menganggumu lagi? 

Jangan pernah berlarut terlalu sedih ketika ada yang menggangumu ya, karena sampai saat ini dan sampai kapan pun, pasti akan selalu ada hal yang menggangumu. Akan tetapi, kamu selalu memiliki pilihan untuk membiarkan hal tersebut mengganggumu, atau hanya sebagai tamu yang lewat saja. Pilihan kedua terdengar lebih baik.

Terkadang tidak semua hal bisa berjalan sesuai keinginan kita, tapi percayalah dengan bersabar dan menerima keadaan yang terjadi akan sangat membantumu untuk tidak berlutut kecewa atau sedih. Hal ini akan menjadi batu pijakan yang semakin kuat dan hal tersebut akan sangat bermanfaat untuk fase-fase kehidupan yang harus kamu lewati di masa mendatang. Saat ini sudah cukup banyak fase tersebut sudah berhasil aku lewati, tapi ini belum seberapa. Terima kasih ya, sudah menyiapkan batu pijakan yang cukup kuat untukku hari ini. Walaupun batu tersebut terkadang masih seringkali membuat tergelincir, akan tetapi selalu cukup kuat untuk membuat kembali bangkit.

Psst, aku akan berikan sedikit bocoran. Bersiaplah, akan tetapi jangan takut. Dalam beberapa tahun ke depan, fase roda kehidupan di hidupmu akan berputar cepat sekali. Cepat, sekali. Selama dua tahun kamu bisa berada di bawah, dan setahun selanjutnya kamu berada di atas, semuanya terasa baik-baik saja, kemudian kamu akan berada di bawah lagi. Akan tetapi itu bukan masalah. Percayalah, hal ini akan membuatmu menjadi lebih berpijak kepada bumi dan selalu sadar bahwa semua hal sifatnya sementara. Semua hal. Memang tidak mudah dan sesekali kamu akan menangis, akan tetapi aku yakin kamu sudah menyiapkan bekal yang kuat untuk tidak terus berlarut dalam pilu.

Karena semua hal bersifat sementara, begitupula orang-orang yang ada di sekitarmu. Teman akan silih berganti. Aku tidak akan mengatakan bahwa yang terbaik akan tetap bersamamu, karena nyatanya semesta tidak bekerja seperti itu. Mungkin mereka akan pergi, tapi mereka akan selalu ada jika kamu membutuhkan mereka. Tentang mereka yang menyakitimu? Biarlah. Aku selalu percaya masih ada banyak orang baik di dunia ini, dan orang baik akan selalu dipertemukan dengan orang yang baik pula.

Lalu bagaimana kabar mimpi-mimpimu? Teruslah berani untuk bermimpi, sebesar apapun itu sampai membuatmu takut. Aku ingin mengatakan terima kasih untuk tidak pernah lupa bermimpi dan berimajinasi setiap harinya, karya-karyamu di masa mendatang akan berhutang budi pada dirimu yang selalu membiasakan pikiranmu untuk bermain bebas di dalam mimpi dan imajinasi.

Akhir kata... Bersenang-senanglah, nikmati setiap momen yang kamu miliki.
Tetaplah menari walau terluka, karena luka hanya datang sementara.